Fasilitator Ngambek Dituding Sunat Dana RTG, Minta Aplikator dan Pokmas Urus Berkas Sendiri

LOMBOK UTARA, KanalNTB.co – Para Fasilitator Rumah Tahan Gempa (RTG) di Kabupaten Lombok Utara (KLU) geram dengan tudingan pemotongan terhadap dana yang diterima masyarakat. Mereka pun memutuskan tak ingin mengurus lagi pemberkasan dan meminta Aplikator dan Pokmas mengurus sendiri pemberkasan hingga laporan sampai penyerahan ke BNPB.
“Kami akan mengembalikan tugas pokok dan fungsi pendampingan sesuai petunjuk pelaksanaan teknis (Juklak) Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) No 86 tahun 2020 tentang juklak bantuan stimulan percepatan penyelesaian perbaikan bantuan Rumah Tahan Gempa (RTG), “ungkap Korwil Fasilitator RTG, Lalu Gede Tazani, Senin (14/2).
Menurutnya, rata-rata para fasilitator kecewa dengan tudingan tersebut. Padahal lanjut Gede niat awal ingin membantu percepatan dalam menangani administrasi laporan justru dikambinghitamkan oleh pihak penerima maupun aplikator pelaksana di masyarakat dengan mengaku bahwa besaran potongan yang diambil juga menjadi bagian dari keinginan fasilitator. Kendati, semua fasilitator dengan tegas akan mengembalikan fungsi tugas pokoknya seperti yang tertuang dalam aturan seperti hanya mendampingi pokmas dan aplikator yang berkontrak.
“Kita ini selalu dikambinghitamkan di penerima RTG bahwa potongan yang pokmas dan aplikator yang berkontrak lakukan itu adalah keinginan fasilitator. Padahal, kita hanya diberikan Biaya Operasional (BOP) berdasarkan kesepakatan saja karena di aturan juklak terbaru BNPB itu tidak BOP bagi fasilitator,” ujarnya.
Dikatakannya, fasilitator dituding macam-macam di lapangan terkait pemotongan. Padahal hanya menyangkut material saja yang tidak dilakukan fasilitator selama ini karena niatnya ingin membantu percepatan.
“Kalau sekarang kami kerja sesuai tugas pokok kami saja yakni pendampingan sedangkan soal pemberkasan itu tugas pokmas dengan aplikator yang berkontrak,” tegasnya.
Gede menilai, juklak fasilitator yang sekarang dengan sebelumnya jauh berbeda. Jika dulu ada BOP sebesar 1 persen dalam setiap pemberkasan, namun sekarang tidak ada BOP. Sedangkan, rasio jumlah fasilitator dengan jumlah penerima RTG tidak sesuai dengan beban kerja.
“Tugas fasilitator sekarang ini sangat ekstrim mulai dari pemberkasan, membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) hingga menyiapkan foto, hanya mikul material saja tidak kami lakukan. Kapasitas kerja kami yakni 1 berbanding 120 penerima karena jumlah kami sekarang ini hanya 100 orang dengan mendampingi sebanyak 12.616 penerima,”katanya.
“Tugas fasilitator sesuai juklak itu hanya posisi mendampingi sampai dengan eksisting saja. Sedangkan untuk yang rusak sedang dan ringan hanya mendampingi kesesuaian hitungan kerusakan saja. Selain itu kami tidak akan kerjakan,” imbuhnya.
Lebih jauh diterangkan Gede, di proses pendampingan RTG sekarang ini fasilitator ikut terjun langsung membantu aplikator maupun pokmas untuk percepatan pembangunan. Harapannya, BOP yang dikeluarkan bisa dimanfaatkan untuk kerja mengurusi semua pemberkasan dan nilainya itu tidak besar juga karena itu tergantung kesepakatan saja baik itu pokmas maupun aplikator.
“Kami tidak meminta besar untuk BOP kami, namun di lapangan kamilah dianggap melakukan pemotongan,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota fasilitator lainnya, Ramdan menyampaikan didalam aturan juklak terbaru fasilitator di gaji sebesar Rp 1 juta perbulan dengan tugas yang sangat tidak sesuai dengan rasio kerja.
Menurutnya, Insentif yang kecil dengan kerjaan sampingan yang banyak ini sangat ekstrem. Apalagi dengan limit waktu singkat yang hanya sampe 30 Maret 2022 sesuai dengan SK perpanjangan masa transisi ke pemulihan tanggap darurat bencana.
Dikuatirkan, apabila samapai dengan batas waktu semua proses tidak bisa terselesaikan maka tentu akan ada resikonya. Pemda harus mengembalikan program ini ke pusat.
“Pasti ada resikonya jika tidak bisa selesai sampai 30 Maret nanti, meski progres pendebetan buku tabungan (Butab) saat ini sudah mencapai sekitar 80 persennya,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Lombok Utara, M. Zaldy Rahardian menyampaikan progres pendebetan sekarang ini sudah mencapai sekitar 80 persen dari total Butab yang telah dibagikan kepad a penerima.
Baca Juga : NTB dan NTT Sepakat Bidding Tuan Rumah PON Tahun 2028
“Target kami di akhir Februari 2022 ini pendebetan sudah mencapai 100 persen. Sehingga, kita hanya menghadapi masalah pelaporannya saja yang diberikan batas waktu sampai dengan 5 bulan setelah pendebetan dilakukan,” ujarnya.
“Setelah selesai pendebetan kita hanya mengurusi pelaporan pelaksanaan kontruksi pembangunan saja sampai 5 bukan kedepan,” tandasnya.
Pewarta : Eza
Editor : Hmn