Pemungutan Retribusi di Tiga Gili Sudah Sesuai Aturan
LOMBOK UTARA,KanalNTB.co – Penarikan atau pungutan retribusi kepada wisatawan yang datang ke Tiga Gili (Trawangan, Meno, Air) sudah dilakukan sesuai dengan aturan dan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan dengan pihak ketiga.
”Sehingga tidak ada persoalan lainnya. Realisasi penerimaan retribusi hingga akhir tahun ini pun diharapkan bisa mencapai target,” kata Kepala Dinas Pariwisata KLU, Denda Dewi Tresni Budi Astuti, Senin (23/09/2024).
Dikatakan Denda Dewi, beberapa waktu lalu, pihak Inspektorat turun ke Tiga Gili untuk mengecek soal pungutan retribusi wisatawan yang masuk. Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) KLU Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tarif retribusi masuk kawasan wisata Gili Tramena ditetapkan sebesar Rp 20 ribu untuk wisatawan mancanegara, Rp 10 ribu untuk wisatawan domestik dan Rp 5 ribu untuk anak-anak.
”Kami di Dispar sudah melakukan prosedur yang ada. Kami juga sudah melakukan Perbupnya sesuai dengan aturan, baik itu Perbup (Peraturan Bupati) terkait dengan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 9 Tahun 2023. Sehingga secara aturan sudah kami lakukan,” katanya.
Sementara untuk nota kesepahaman antara bupati dan asosiasi kapal cepat (AKC) juga sudah dilakukan. Perjanjian kerja sama Dispar KLU dengan masing-masing angkutan laut juga sudah dilakukan.
”Artinya tidak ada persoalan yang terjadi terkait dengan penarikan retribusi wisatawan ini,” ucapnya.
Dilanjut Denda, pihaknya sudah menjalankan prosedur sesuai dengan MoU dan perjanjian kerjasama yang tercantum dengan pungutan untuk wisata mancanegara yang masuk ke kawasan Gili per tiga bulan dipungut upah sebesar enam persen.
”Jadi dari setiap pungutan wisatawan luar negeri yang masuk sebesar Rp 20 ribu itu kami berikan upah pungut enam persen per tiga bulannya. Menurut kami itu sudah sangat rendah,” jelasnya.
Belum lama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan adanya perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah (Pemda) Lombok Utara dengan pihak ketiga yang tidak memiliki payung hukum. Akibatnya, pendapatan daerah dari sektor pariwisata tidak maksimal, bahkan terkesan lebih menguntungkan pihak ketiga dibandingkan Pemda setempat.
Dijelaskan Denda, yang menjadi PR saat ini adalah target Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pihaknyaengakui bahwa penarikan didarat belum maksimal dilakukan.
”Akan kami maksimalkan untuk PAD nya. Untuk saat ini, capaian kami sudah sampai Rp 6 miliar dari target Rp 6,5 miliar. Kami yakin di akhir tahun ini bisa lebih dari target,” tutupnya.
Pewarta: Eza
Editor: Hmn